Notification

×

Iklan

Iklan

Tradisi Asak Pena Simbol Penghormatan Bagi Tuhan dan Leluhur

Selasa, 12 Maret 2024 | 10:14 AM WIB | Di Baca 0 Kali Last Updated 2024-03-12T02:15:35Z

 

Persembahan Jagung di Suku Suinkase, Malaka NTT (Asak Pena). (dok: Nixon Tae)
Tradisi Asak Pena yang selalu dilakukan pada setiap tahun, kebiasaan adat ini telah ditinggalkan oleh Nenek Moyang yang di pertahankan hingga sekarang. 


Mengenal sekilas tentang prosesi adat yang ada di Suku Suinkase sebuah suku di Desa Nauke Kusa, Kecamatan Laenmanen, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih memegang teguh tradisi Nenek Moyang. 


Suku ini masih terus lestarikan acara (Asak Pena) Asak/persembahan dan Pena/ jagung atau dikenal dengan persembahan jagung bagi Tuhan dan Leluhur di rumah suku. Asak Pena ini dilakukan ketika jagung telah berisi atau sudah siap untuk bisa dimakan. 

Ketika itu Kepala Suku mulai mengecek seluruh keluarga dalam suku tersebut untuk melaporkan jagung mereka apakah telah siap untuk bisa di persembahkan atau belum, jika sudah maka kepala suku akan mengeluarkan jadwal untuk hari Saka Pena. 

Nasi Tae kepala Suku Suinkase 
Jagung yang akan dipersembahkan harus jagung yang banar-benar berisi dan tidak rusak. Jagung akan di cabut dengan akarnya sebanyak 4 atau 5 pohon, setelah itu diikat dengan tali hingga dahan jagung banar-benar rapih. Bila ada kaluarga yang tidak membawa jagung bisa digantikan dengan ayam. Ketika jagung dibawa dari rumah pribadi ke rumah suku, orang yang membawa harus patuhi pantangan dalam perjalanan seperti, tidak berbicara dengan orang kecuali satu suku, tidak ditegur orang saat dalam perjalanan, tidak berbelanja ketika membawa jagung dan masih banyak pantangan lainya. 


Setelah tiba di rumaha suku, jagung yang dibawa akan dikumpulkan oleh kepala suku untuk di Asak atau persembahkan. Dalam persembahan itu pun masih melakukan serangkaian ritual adat oleh kepala suku atau orang yang dipercaya. 


Acara pengambilan air pemali atau dalam bahasa Dawan R (Oe Reuk) Oe/Air dan Reuk/Pemali. Untuk mengambil Oe Reuk juga bukan sembarang orang, tetapi dipilih beberapa orang oleh kepala suku, untuk kesana pun membawa jagung yang telah dibalut dengan tali, dalam perjalanan menuju Oe Reuk harus mematuhi pantangan sama seperti saat membawa jagung ke rumah suku. 

Orang-orang yang dipercayai mengambil Oe Reuk/Air Pemali
Setibanya di tempat pengambilan Oe Reuk tidak diijinkan memakai baju hanya menggenakan pakaian adat dan diikat selendang. Orang yang berhak menimba air adalah orang yang paling tertua di tempat itu atau yang telah dipercayai secara suku. 


Oe Reuk di tampung di bambu atau bahasa setempat Tuki. Saat pengambilan Oe Reuk ada ritual adat yang dijalankan sebagai bentuk penghormatan dan ijin restu dari Tuhan dan Leluhur. Hal itu ditandai dengan menyimpan sirih dan pinang lalu diambil kembali untuk dimakan, setelah sirih dan pinang itu berubah warna menjadi merah baru di ambil dan di goreskan di testa, dada dan tangan sebagai simbol penghormatan. 

Setelah itu Oe Reuk dibawa ke rumah suku dengan iringan bunyi genderang atau tarian tradisional barulah proses Asak Pena dilanjutkan. 


Dalam Asak Pena itu ada juga namanya Tuis Pena, nah Tuis artinya luruh dan Pena artinya jagung. Tuis Pena itu dilakukan agar jangung yang sudah di persembahkan diluruh lalu di gosok atau di oleskan ke badan mulai dari ujung jari hingga ujung kaki sambil di putar di pergelangan tangan, siku dan lutut.

Semua ritual sudah dilakukan barulah keluarga besar dalam suku tersebut bisa diijinkan untuk makan jangung mudah. Tongkol jangungnya tidak dibuang dan dipatah tetapi disisip pada sudut rumah.


Untuk diketahui setiap budaya dan prosesi adat di Nusa Tenggara Timur berbeda-beda. Jika beda suku maka berbedah juga proses ritual adatnya. Tetapi tujuannya sama. 


Penulis: Nixon Tae 


×
Berita Terbaru Update