Persembahan Jagung di Suku Suinkase, Malaka NTT (Asak Pena). (dok: Nixon Tae) |
Mengenal sekilas tentang prosesi adat yang ada di Suku Suinkase sebuah suku di Desa Nauke Kusa, Kecamatan Laenmanen, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih memegang teguh tradisi Nenek Moyang.
Suku ini masih terus lestarikan acara (Asak Pena) Asak/persembahan dan Pena/ jagung atau dikenal dengan persembahan jagung bagi Tuhan dan Leluhur di rumah suku. Asak Pena ini dilakukan ketika jagung telah berisi atau sudah siap untuk bisa dimakan.
Ketika itu Kepala Suku mulai mengecek seluruh keluarga dalam suku tersebut untuk melaporkan jagung mereka apakah telah siap untuk bisa di persembahkan atau belum, jika sudah maka kepala suku akan mengeluarkan jadwal untuk hari Saka Pena.
Nasi Tae kepala Suku Suinkase |
Setelah tiba di rumaha suku, jagung yang dibawa akan dikumpulkan oleh kepala suku untuk di Asak atau persembahkan. Dalam persembahan itu pun masih melakukan serangkaian ritual adat oleh kepala suku atau orang yang dipercaya.
Acara pengambilan air pemali atau dalam bahasa Dawan R (Oe Reuk) Oe/Air dan Reuk/Pemali. Untuk mengambil Oe Reuk juga bukan sembarang orang, tetapi dipilih beberapa orang oleh kepala suku, untuk kesana pun membawa jagung yang telah dibalut dengan tali, dalam perjalanan menuju Oe Reuk harus mematuhi pantangan sama seperti saat membawa jagung ke rumah suku.
Orang-orang yang dipercayai mengambil Oe Reuk/Air Pemali |
Oe Reuk di tampung di bambu atau bahasa setempat Tuki. Saat pengambilan Oe Reuk ada ritual adat yang dijalankan sebagai bentuk penghormatan dan ijin restu dari Tuhan dan Leluhur. Hal itu ditandai dengan menyimpan sirih dan pinang lalu diambil kembali untuk dimakan, setelah sirih dan pinang itu berubah warna menjadi merah baru di ambil dan di goreskan di testa, dada dan tangan sebagai simbol penghormatan.
Setelah itu Oe Reuk dibawa ke rumah suku dengan iringan bunyi genderang atau tarian tradisional barulah proses Asak Pena dilanjutkan.
Dalam Asak Pena itu ada juga namanya Tuis Pena, nah Tuis artinya luruh dan Pena artinya jagung. Tuis Pena itu dilakukan agar jangung yang sudah di persembahkan diluruh lalu di gosok atau di oleskan ke badan mulai dari ujung jari hingga ujung kaki sambil di putar di pergelangan tangan, siku dan lutut.
Semua ritual sudah dilakukan barulah keluarga besar dalam suku tersebut bisa diijinkan untuk makan jangung mudah. Tongkol jangungnya tidak dibuang dan dipatah tetapi disisip pada sudut rumah.
Untuk diketahui setiap budaya dan prosesi adat di Nusa Tenggara Timur berbeda-beda. Jika beda suku maka berbedah juga proses ritual adatnya. Tetapi tujuannya sama.
Penulis: Nixon Tae