Notification

×

Iklan

Iklan

Budaya Sumba Barat: Pantangan yang Tidak Bisa Dilakukan Saat Bulan Sacral

Minggu, 18 Juni 2023 | 9:48 AM WIB | Di Baca 0 Kali Last Updated 2023-06-18T01:48:33Z

 

Sumber foto IG @adigerimu 

Timorexotic.com|| Kabupaten Sumba Barat terletak di Pulau Sumba, NTT, Indonesia, dengan sebagian besar wilayahnya berada di bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Daerah ini memiliki keindahan alam yang menakjubkan, terdiri dari pesisir yang mempesona, rangkaian pegunungan, dan bukit-bukit kapur yang curam. Ketinggian wilayahnya berkisar antara 0 hingga 800 meter di atas permukaan air laut (mdpl). Meskipun tergolong kering seperti wilayah lain di Pulau Sumba, Kabupaten Sumba Barat memiliki karakteristik geografis yang unik.


Salah satu tradisi menarik yang masih terus terjaga di Kabupaten Sumba Barat adalah Wulla Poddu, yang secara harfiah berarti "Bulan Pahit" dalam bahasa daerah setempat. Wulla Poddu juga memiliki makna sebagai bulan pamali atau sacral suci.


Banyak ritual digelar selama Wulla Poddu yang berlangsung antara bulan Oktober - November setiap tahun. Ada yang bertujuan memohon berkat, ada yang sebagai sarana mengucap syukur, ada yang bercerita tentang asal usul nenek moyang dan ada pula yang menggambarkan proses penciptaan manusia. Hampir semua wilayah di Sumba Barat merayakan ritual ini. Di wilayah Lamboya kegiatan berpusat di kampung Sodan dan Kadengar, di Wanokaka berpusat di kampung Kadoku, di Tana Righu berpusat di kampung Ombarade, tapi yang terbesar dari semuanya ada di wilayah Loli. Hampir semua kampung adat utama di wilayah ini merayakan Wulla Poddu, dengan Tambera, Tarung, Bondo Maroto dan Gollu selaku kampung-kampung sentra ritual.


Menurut legenda, penduduk asli Sumba berasal dari tanah Melayu dan mereka melakukan perjalanan menuju Pulau Sumba melalui jalur darat dan laut. Perjalanan melalui jalur laut menggunakan perahu, sementara perjalanan melalui jalur darat melewati jembatan batu.


Sesampainya di pulau sumba mereka menetap di ujung sasak dan membuat perkampungan yang di beri nama kampung praiwunga kampung praiwunga hanya ada 12 buah rumah saja karena penduduk kampung praiwunga semakin padat maka sepasang keluarga pergi ketanah yang lebih makmur dan meninggalkan kampung praiwunga hingga menemukan tempat yang tepat dan di beri nama tambera, pasangan keluarga tersebut memiliki 7 anak laki-laki (pitu kabana-bani) tujuh laki-laki pemberani dan 8 anak perempuan ( walu mawine rato) delapan perempuan mempesona.


Karena ingin memberi banyak keturunan maka anak-anak mereka pun saling di nikahi, namun satu anak wanita mereka tidak dapat pasangan ia adalah putri bungsu yang memiliki nama putri kamuri suatu ketika putri kamuri di lamar oleh raja tikus terlihat bagaikan seorang pria yang gagah perkasa sehingga ia menerimanya. 


Saat putri kamuri dipindahkan ada salah satu anggota keluarga yang mengikutinya sesampainya di dekat tempat tujuan di lihatnya oleh putri kamuri perkampungan yang besar namun semakin di dekati perkampungan itu berubah menjadi lubang tikus, karena tubuh putri kamuri tidak dapat masuk kedalam lubang tikus maka sang raja tikus mengerat anggota tubuhnya yaitu kaki dan tangannya kemudian tangan dan kakinya di bawah kedalam lubang tersebut setelah itu putri kamuri di bawah kembali kerumahnya hari demi hari putri kamuri sangat sengsara melihat saudaranya demikian saudara-saudaranya memutuskan untuk membunuh putri kamuri dengan cara mengikat lehernya dengan tali setelah itu putri kamuri dimakamkan, diatas kuburannya tumbuh padi dan rotan dari mayang padi dan rotan inilah di buat subih (untuk menaruh padi pamali) semakin lama padi itu semakin berkembang dan kurang dari 3 tahun seluruh masyarakat Sumba menanam padi. Pantangan yang tidak boleh di lakukan pada bulan pamali, antara lain


1. Tidak boleh pesta adat

2. Tidak boleh kawin adat

3. Tidak boleh membangun rumah adat

4. Tidak boleh menguburkan mayat secara resmi 

5. Tidak boleh menangisi mayat

6. Tidak boleh tumbuk padi dan titi jagung pada malam hari

7. Tidak boleh masuk kebun

Disepanjang bulan itu masyarakatnya berburu babi hutan. Hasil buruan diserahkan kepada Rato atau tetua adat sambil melantunkan tanya jawab dalam bentuk pantun adat (Kajalla). Babi hutan yang pertama kali ditangkap biasanya menjadi indikator hasil panen. Babi jantan berarti hasil panen bakal memuaskan, babi betina yang sedang bunting menandakan hasil panen kurang baik, sementara jika babinya menggigit orang berarti bertanda buruk seperti akan ada hama.

Editor: Nixon Tae 

Sumber : Disparekraf NTT 

×
Berita Terbaru Update