Gambar: Ilustrasi |
Yah, hal ini tentu bukan saja saya yang mengalami peristiwa itu sendiri, pasti saja pembaca juga mengalami kejadian serupa. Disini saya ingin menyampaikan peristiwa sederhana yang sering kali saya temukan di lingkungan sekitar saya.
Pada suatu hari, saya membuka pintu rumah, tiba-tiba terlibat seorang anak menggenakan pakaian seragam merah putih melintasi jalan di depan rumah saya, tanpa tanggung-tanggung anak itu langsung menyapa saya "Selamat pagi kakak" saya pun menjawab anak itu "Ia selamat pagi" lalu anak itupun melanjutkan perjalanannya ke sekolah sambil tersenyum.
Setelah 5 menit kemudian, dua orang anak menggenakan pakaian seragam putih abu-abu, mereka berdua pun melewati depan rumah saya, saat itu saya tanpa sengaja ingin berbelanja di kios dekat rumah saya. Pada moment ini, kedua orang anak itu berjalan menuju ke arah saya sambil bercerita, saya pun berjalan perlahan melewati tepi jalan menuju kios, kedua anak ini saat berpapasan dengan saya, mereka hanya melihat ke arah depan sambil bercerita dan saat itu mereka pun bertemu dengan seorang ibu yang ada di pinggir jalan, mereka asik bercerita tanpa memberikan ucapan selamat.
Dari cerita singkat ini, saya melihat bahwa krakter anak perlu untuk terus dibina bukan saja saat di bangku Paud/TK maupun SD, tetapi harus diajarkan dan diingatkan terus menerus, agar anak tidak merasa bahwa memberikan salam kepada orang atau menyapa orang di sekitar kita bukan satu beban berat dan tidak akan menurunkan jati diri seseorang.
Pendidikan karakter pada anak menjadi aspek kritis dalam pembentukan pribadi yang seimbang dan beretika. Dulu, nilai-nilai seperti kesederhanaan, tanggung jawab, dan kerjasama diutamakan, sementara sekarang, pergeseran nilai mungkin terjadi.
Menanamkan karakter baik pada anak memiliki peran sentral dalam membangun fondasi kepribadian yang kuat. Pendidikan karakter membantu anak mengembangkan nilai-nilai positif, seperti integritas, kejujuran, dan empati. Dengan memiliki karakter baik, anak cenderung lebih mampu mengatasi tantangan kehidupan.
Perbedaan Nilai Karakter Dulu dan Sekarang
a. Kesederhanaan vs. Kebingungan Konsumtif
Dulu, kesederhanaan dianggap sebagai nilai yang sangat dihargai. Anak-anak diajarkan untuk menghargai hal-hal sederhana dan tidak terlalu fokus pada keinginan materi. Namun, sekarang, pengaruh konsumtif dari media dan lingkungan mungkin membuat anak cenderung terpaku pada kebutuhan materi.
b. Tanggung Jawab vs. Ketergantungan
Konsep tanggung jawab dulu lebih terfokus pada nilai-nilai kerja keras dan kemandirian. Sebaliknya, sekarang, anak-anak mungkin lebih rentan terhadap ketergantungan pada teknologi dan kenyamanan instan, yang dapat menghambat perkembangan tanggung jawab.
c. Kerjasama vs. Individualisme
Pendidikan karakter dulu menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi. Sekarang, dengan individualisme yang semakin mendominasi, tantangan mengajarkan anak-anak untuk bekerja sama mungkin lebih kompleks.
Implikasi Penting untuk Masa Depan
Menyadari perbedaan nilai karakter antara dulu dan sekarang memungkinkan kita untuk memahami perubahan masyarakat. Namun, penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai fundamental seperti integritas dan empati tetap menjadi fokus dalam mendidik anak-anak.
Pendidikan karakter pada anak merupakan investasi jangka panjang dalam membentuk individu yang berkontribusi positif pada masyarakat. Meskipun nilai-nilai karakter mungkin mengalami pergeseran dari generasi ke generasi, menanamkan nilai-nilai inti seperti kesederhanaan, tanggung jawab, dan kerjasama tetap penting untuk menciptakan generasi yang tangguh dan beretika.
Setiap interaksi sehari-hari adalah kesempatan untuk menunjukkan penghargaan dan menghormati orang lain. Namun, ada seorang anak yang terlihat kurang menghargai, terutama dalam tindakannya yang tidak memberikan salam saat berjumpa dengan orang di berbagai tempat.
1. Pentingnya Salam Sebagai Ekspresi Penghargaan
Salam merupakan bentuk sederhana namun efektif untuk mengekspresikan penghargaan dan hormat kepada orang lain. Tindakan memberikan salam mencerminkan kesopanan, kebaikan, dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
2. Bagaimana Sikap Tidak Memberikan Salam Terlihat?
a. Di Jalan: Mengabaikan Kehadiran Orang Lain
Anak tersebut terlihat tidak memperhatikan orang lain di jalan. Kegiatan sederhana seperti memberikan salam saat melewati orang yang dikenal atau tidak dikenal dapat menciptakan rasa keakraban dan kehangatan di antara komunitas.
b. Di Sekolah: Keterpisahan dalam Komunitas Belajar
Ketika di sekolah, sikap yang sama terulang. Tidak memberikan salam saat bertemu teman sekelas atau guru menciptakan kesan kurangnya interaksi sosial positif dan kebersamaan di lingkungan belajar.
c. Di Tempat Kerja: Profesionalisme yang Terpengaruh
Di dunia kerja, ketidakmemberian salam dapat memengaruhi hubungan profesional. Kesopanan dasar seperti memberikan salam di tempat kerja menciptakan atmosfer kerja yang positif dan menghormati rekan-rekan sekerja.
d. Di Rumah: Kurangnya Etika dalam Lingkungan Pribadi
Bahkan di rumah, sikap tersebut terlihat saat bertamu. Tidak memberikan salam pada tuan rumah menunjukkan kurangnya perhatian terhadap etika sosial dan norma-norma sopan santun di dalam rumah tangga.
3. Menghadapi Tantangan dan Perbaikan Sikap
Mengatasi kebiasaan ini memerlukan kesadaran diri dan kemauan untuk berubah. Orang tua, guru, dan lingkungan sekitar memiliki peran kunci dalam membimbing anak untuk lebih menghargai orang lain dengan memberikan salam sebagai bentuk sapaan yang sederhana namun bermakna.
Ketidakmemberian salam oleh seorang anak menciptakan gambaran tentang kurangnya penghargaan dan kesadaran sosial. Dalam masyarakat yang semakin terkoneksi, penting untuk mengajarkan anak-anak tentang pentingnya sikap sederhana seperti memberikan salam sebagai fondasi bagi hubungan yang penuh penghargaan dan keakraban.
Penulis: Nixon Tae