Costa Ironi YT |
Sepenggal perasaan di atas mungkin menunjukan sesuatu yang lain dalam tata peribadatan umat beriman kristiani. Penulis ingin merenungkan terminus yang lain ini dengan lebih serius.
Ketika, merenungkan yang lain ini, ada sebuah term teknis dari Michele Foucalt yang melintasi benak. Term itu adalah “HETEROTOPIA”. Kata ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni “HETERO” dan “TOPOS/TOPIA”. Hetero berarti “YANG LAIN atau YANG BERBEDA” dan topos yang berarti “TEMPAT atau RUANG”. Secara sepintas Heterotopia berarti sebuah ruang yang lain.
Dalam pengertian ini, Heterotopia berarti sebuah ruang atau tempat yang tidak lumrah, sebuah ruang yang asing, atau sebuah ruang yang baru kala dibandingkan dengan ruang yang biasanya atau ruang yang menjadi normalitas sehari-hari. Memukimi ruang ini, normalitas digugat atau dipertanyakan. Buah dari gugatan ini adalah lahirnya semangat baru baik pada tataran “Theoria” atau paradigma, maupun “Pronesis atau praksis kehidupan”. Kebaruan ini tentu dibawa lagi untuk menggauli keseharian atau yang normal dalam rutinitas sehari-hari. Idealnya dari dinamika semacam ini lahirlah sebuah revolusi.
Albert Camus memiliki sebuah pengertian yang menarik soal revolusi. Semua bentuk perlawanan terhadap tatanan yang ahumanis, jangan sampai mengorbankan kemanusiaan. Revolusi justru harus membalikan atau memapankan nilai-nilai kemanusiaan yang asali. Dalam pengertian penulis, nilai-nilai tersebut adalah perdamaian, keharmonisan, keadilan, dan lain sebagainya.
Hidup di dalam rutinitas, kerap kali membuat kita menjadi pelaku atau korban dari nilai-nilai yang ahumanis. Di dalam runitas yang ahumanis, THEORIA dan PRONESIS kerab terbingkai. Revolusi ala Camus menjadi etalase yang mana pembaca melihat dan merenungkan tapa dan lakunya.
Natal, sebuah peristiwa iman menginti pada kelahiran. Momentum ini menjadi pas atau tepat. Ia menjadi sebuah heterotopia yang dengannya normalitas kembali dipertanyakan atau rutinitas digugat. Mungkin dengan demkian kita menjadi revolusioner sebagaimana digagas oleh Albert Camus.
Oleh Costa Ironi YT